Apa itu kawin lari ? - Istilah kawin lari bersama belum ada keseragaman pendapat untuk mengambil suatu pengertian yang pasti karena masing-masing daerah atau suku di indonesia selalu menafsirkan sesuai dengan sudut pandang berdasarkan adat istiadat masing-masing.Pada masyarakat suku bugis, kawin lari ini biasa disebut dengan silariang.
Perkawinan silariang adalah apabila gadis atau perempuan dan pemuda laki-laki setelah lari bersama-sama. T.H. Chabot dalam bukunya Verwatenschap Stand en Sexe in Zuid Celebes dalam (Zainuddin, 2005:1- 2)
Bertlin dalam bukunya Huwelijk en Huwelkijkrecht in Zuid Celebes dalam (Zainuddin, 2005: 2) mengatakan silariang adalah apabila gadis atau perempuan dengan pemuda/laki-laki setelah lari bersama atas kehendak bersama.
Silariang adalah sepakat lari bersama antara laki-laki dan perempuan. Secara terminologi, kawin lari (silariang) adalah suatu pernikahan yang dilangsungkan setelah sang laki-laki dan perempuan lari bersama atas kehendak berdua (Natsir Said, 1962:118).
Ter Haar berpendapat bawa perkawinan bawa lari (Schook Huwelijik) adalah kadang-kadang lari dengan seorang perempuan yang sudah ditunangkan atau dikawinkan dengan orang lain, terkadang-kadan membawa lari dengan paksa. (Muhammad, 1981: 86)
Kawin lari adalah bentuk perkawinan yang terjadi apabila bakal si jodoh lari bersama dengan tiada peminangan atau pertunangan yang diistilakan dengan weglopwelijik of vucwelkijk yang artinya kawin lari atau melarikan diri. (Muhammad, 1981: 86)
Berdasarkan dari pendapat di atas, dapat diartikan bahwa kawin lari adalah suatu bentuk perkawinan yang dilakukan tanpa didahului peminangan atau pertunangan secara resmi /formal. Lebih lanjut di jelaskan oleh (Hilman Hadikusuma, 1993: 34) menyatakan bahwa terjadinya kawin lari tidak saja dilakukan bujang terhadap gadis, tetapi ada juga yang sedang dalam ikatan perkawinan atau sudah pernah kawin.
Pengertian perkawinan silariang (bawa lari), ialah suatu perkawinan dimana seorang laki-laki yang akan kawin membawa lari seorang perempuan yang sudah ditunangkan atau dikawinkan dengan paksaan. Adapun kebaikan dari perkawinan bawa lari dan perkawinan lari bersama adalah karena si pemuda (laki-laki) dan pemudi (perempuan) telah sungguh-sungguh saling mencintai dan berkeinginan untuk mewujudkan suatu rumah tangga.
Cara perkawinan semacam ini banyak terjadi pada masyarakat yang menganut garis kekeluargaan patrilineal yaitu menarik garis keturunan ke atas melalui garis bapak. Pada umumnya yang menjadikan alasan dilakukannya cara perkawinan seperti ini adalah untuk membebaskan diri dari bermacam-macam kewajiban yang harus dipenuhi dalam perkawinan yang dilakukan dengan lamaran dan pertunangan, misalnya memberi piningset pada pihak calon istri.
Sebenarnya terjadinya kasus kawin lari terhadap masyarakat pada umumnya, bukanlah atas kehendak mereka yang sebenarnya, melainkan mereka menginginkan perkawinannya direstui orang tua dan keluarga dengan dilaksanakan menurut adat, ketentuan agama dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi karena adanya faktor-faktor penghambat dilangsungkannya perkawinan yang diawali dengan cara melamar atau meminang, maka mereka nekat untuk mengawali perkawinannya dengan cara kawin lari.
Lebih lanjut, kawin lari dalam masyarakat suku bugis dapat dirumuskan ke dalam tiga istilah yakni Silariang, Rilariang dan Erangkale yang dapat dibaca pada artikel beberapa pengertian kawin lari pada suku bugis.
Perkawinan silariang adalah apabila gadis atau perempuan dan pemuda laki-laki setelah lari bersama-sama. T.H. Chabot dalam bukunya Verwatenschap Stand en Sexe in Zuid Celebes dalam (Zainuddin, 2005:1- 2)
Bertlin dalam bukunya Huwelijk en Huwelkijkrecht in Zuid Celebes dalam (Zainuddin, 2005: 2) mengatakan silariang adalah apabila gadis atau perempuan dengan pemuda/laki-laki setelah lari bersama atas kehendak bersama.
Silariang adalah sepakat lari bersama antara laki-laki dan perempuan. Secara terminologi, kawin lari (silariang) adalah suatu pernikahan yang dilangsungkan setelah sang laki-laki dan perempuan lari bersama atas kehendak berdua (Natsir Said, 1962:118).
Ter Haar berpendapat bawa perkawinan bawa lari (Schook Huwelijik) adalah kadang-kadang lari dengan seorang perempuan yang sudah ditunangkan atau dikawinkan dengan orang lain, terkadang-kadan membawa lari dengan paksa. (Muhammad, 1981: 86)
Kawin lari adalah bentuk perkawinan yang terjadi apabila bakal si jodoh lari bersama dengan tiada peminangan atau pertunangan yang diistilakan dengan weglopwelijik of vucwelkijk yang artinya kawin lari atau melarikan diri. (Muhammad, 1981: 86)
Berdasarkan dari pendapat di atas, dapat diartikan bahwa kawin lari adalah suatu bentuk perkawinan yang dilakukan tanpa didahului peminangan atau pertunangan secara resmi /formal. Lebih lanjut di jelaskan oleh (Hilman Hadikusuma, 1993: 34) menyatakan bahwa terjadinya kawin lari tidak saja dilakukan bujang terhadap gadis, tetapi ada juga yang sedang dalam ikatan perkawinan atau sudah pernah kawin.
Pengertian perkawinan silariang (bawa lari), ialah suatu perkawinan dimana seorang laki-laki yang akan kawin membawa lari seorang perempuan yang sudah ditunangkan atau dikawinkan dengan paksaan. Adapun kebaikan dari perkawinan bawa lari dan perkawinan lari bersama adalah karena si pemuda (laki-laki) dan pemudi (perempuan) telah sungguh-sungguh saling mencintai dan berkeinginan untuk mewujudkan suatu rumah tangga.
Cara perkawinan semacam ini banyak terjadi pada masyarakat yang menganut garis kekeluargaan patrilineal yaitu menarik garis keturunan ke atas melalui garis bapak. Pada umumnya yang menjadikan alasan dilakukannya cara perkawinan seperti ini adalah untuk membebaskan diri dari bermacam-macam kewajiban yang harus dipenuhi dalam perkawinan yang dilakukan dengan lamaran dan pertunangan, misalnya memberi piningset pada pihak calon istri.
Sebenarnya terjadinya kasus kawin lari terhadap masyarakat pada umumnya, bukanlah atas kehendak mereka yang sebenarnya, melainkan mereka menginginkan perkawinannya direstui orang tua dan keluarga dengan dilaksanakan menurut adat, ketentuan agama dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi karena adanya faktor-faktor penghambat dilangsungkannya perkawinan yang diawali dengan cara melamar atau meminang, maka mereka nekat untuk mengawali perkawinannya dengan cara kawin lari.
Lebih lanjut, kawin lari dalam masyarakat suku bugis dapat dirumuskan ke dalam tiga istilah yakni Silariang, Rilariang dan Erangkale yang dapat dibaca pada artikel beberapa pengertian kawin lari pada suku bugis.
Share This :
comment 0 comments
more_vert